tobie Apocalypse
Number of posts : 722 Age : 40 Lokasi : Simmer Village Registration date : 2007-07-09
| Subject: I cried for My Brother Six times (translated from : FS) Mon Jul 23, 2007 2:25 am | |
| BY: anonim - Spoiler:
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil.> Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,> dan punggung mereka menghadap ke langit.> Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
>> Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis> di sekelilingku kelihatannya membawanya,> Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku.> Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut> di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
> "Siapa yang mencuri uang itu?"
> Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara.> Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan,
> "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
> Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
> Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata,
> "Ayah, aku yang melakukannya!"
>> Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi.> Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya> sampai Beliau kehabisan nafas.> Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami> dan memarahi,
> "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang,> hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang?> ... Kamu layak dipukul sampai mati!> Kamu pencuri tidak tahu malu!"
>> Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami.> Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan> air mata setetes pun.
> Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.> Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata,
> "Kak, jangan menangis lagi sekarang.> Semuanya sudah terjadi."
>> Aku masih selalu membenci diriku karena tidak
> memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.
> Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut
> masih kelihatan seperti baru kemarin.> Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku.> Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
>> Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di
> SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten.> Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah> universitas propinsi.
> Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap
> rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
> Saya mendengarnya memberengut,
> "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu
> baik...hasil yang begitu baik..."
> Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan
> menghela nafas,
> "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa
> membiayai keduanya sekaligus?"
>> Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan
> ayah dan berkata,
> "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi,
> telah cukup membaca banyak buku."
> Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.
> "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?> Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya> akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
> Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di
> dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan
> tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku
> yang membengkak, dan berkata,
> "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya;> kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
> Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi
> meneruskan ke universitas.
>> Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang,> adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh> dan sedikit kacang yang sudah mengering.> Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan> secarik kertas di atas bantalku:
>> "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah.> Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
>> Aku memegang kertas tersebut di atas tempat
> tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran
> sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17
> tahun. Aku 20.
>> Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun,
> dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada> punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga> (di universitas).
> Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku> masuk dan memberitahukan,
> "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"
>> Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?
> Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh,
> seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir.> Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman
> sekamarku kamu adalah adikku?"
> Dia menjawab, tersenyum,
> "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan
> mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu?
> Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"
>> Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi
> mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku
> semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku,
> "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu
> adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku
> bagaimana pun penampilanmu..."
>> Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut
> berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku,
> dan terus menjelaskan,
> "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi
> saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
> Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi.
> Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan
> menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20.
> Aku 23.
>> Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca
> jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih
> di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari
> seperti gadis kecil di depan ibuku.
> "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak
> waktu untuk membersihkan rumah kita!"
> Tetapi katanya, sambil tersenyum,
> "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk
> membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat
> luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang
> kaca jendela baru itu.."
>> Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat
> mukanya yang kurus, seratus jarum terasa
> menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada
> lukanya dan mebalut lukanya.
> "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.
> "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja
> di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada
> kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak
> menghentikanku bekerja dan..."
> Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan
> tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir
> deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23.
> Aku berusia 26.
>> Ketika aku menikah, aku tinggal di kota.
> Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang
> tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi
> mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan,
> sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu
> harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan,
> "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu
> dan ayah di sini."
>> Suamiku menjadi direktur pabriknya.
> Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan
> sebagai manajer pada departemen pemeliharaan.
> Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
> Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
>> Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk
> memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik,> dan masuk rumah sakit.
> Suamiku dan aku pergi menjenguknya.
> Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,
> "Mengapa kamu menolak menjadi manajer?
> Manajer tidak akan pernah harus melakukan
> sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu
> sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu
> tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
>> Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia
> membela keputusannya.
> "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan
> saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi
> manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan
> dikirimkan?"
>> Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian
> keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah:
> "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
>> "Mengapa membicarakan masa lalu?"
> Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia
> berusia 26 dan aku 29.
>> Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi
> seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara
> pernikahannya, pembawa acara perayaan itu
> bertanya kepadanya,> "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"
> Tanpa bahkan berpikir ia menjawab,
> "Kakakku."
>> Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah
> kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.
> "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada
> dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya
> berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan
> pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu
> dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu
> dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan
> berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah,
> tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang
> begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang
> sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama
> saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan
> baik kepadanya."
>> Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu
> memalingkan perhatiannya kepadaku.
>> Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku,
> "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima
> kasih adalah adikku."
> Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini,
> di depan kerumunan perayaan ini, air mata
> bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
>>> Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six
> times
| |
|
sayasaya Teen
Number of posts : 89 Age : 30 Lokasi : jogjagh Registration date : 2007-07-12
| Subject: Re: I cried for My Brother Six times (translated from : FS) Sun Sep 09, 2007 9:39 pm | |
| ooooooooooooooh andaikan aku pny sodara seperti itu | |
|
tobie Apocalypse
Number of posts : 722 Age : 40 Lokasi : Simmer Village Registration date : 2007-07-09
| Subject: Re: I cried for My Brother Six times (translated from : FS) Sun Sep 09, 2007 10:30 pm | |
| waduh...koq jadi desperate | |
|
sayasaya Teen
Number of posts : 89 Age : 30 Lokasi : jogjagh Registration date : 2007-07-12
| Subject: Re: I cried for My Brother Six times (translated from : FS) Mon Sep 10, 2007 6:14 am | |
| iyehh kalo pny sodara kayak gt uuuuu udah takcayank cayank deeeeeeeee | |
|
sayasaya Teen
Number of posts : 89 Age : 30 Lokasi : jogjagh Registration date : 2007-07-12
| Subject: Re: I cried for My Brother Six times (translated from : FS) Tue Sep 11, 2007 7:18 pm | |
| satu lagi critana keyen bgt... | |
|
jontralala Toddler
Number of posts : 34 Registration date : 2007-09-15
| Subject: Re: I cried for My Brother Six times (translated from : FS) Sat Sep 15, 2007 9:49 pm | |
| terharu , bagus tobei! gw anak tunggal jadi sedih. | |
|
tobie Apocalypse
Number of posts : 722 Age : 40 Lokasi : Simmer Village Registration date : 2007-07-09
| |
topsy_kretz Momod
Number of posts : 543 Lokasi : Hell-a-rious city Registration date : 2007-08-12
| Subject: Re: I cried for My Brother Six times (translated from : FS) Sat Oct 06, 2007 4:42 am | |
| ....................... | |
|
Sponsored content
| Subject: Re: I cried for My Brother Six times (translated from : FS) | |
| |
|